PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang
unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam
pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal
ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses
kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang
mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi
seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan
persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada
informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno,
2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami
berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka
dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka
cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.
Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat
berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan
pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry,
2005).
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini
adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka
disfungsional.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
- Tujuan
umum
- Mengetahui
konsep kehilangan dan berduka.
- Mengetahui
asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
- Tujuan
khusus
- Mengetahui
jenis-jenis kehilangan.
- Menjelaskan
konsep dan teori dari proses berduka.
- Mengetahui
faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kehilangan
2.1.1 Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan
bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya.
Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya
kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan,
tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
2.1.2 Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
- Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna
atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang
yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau
jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa
dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
- Kehilangan
yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri
atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan,
dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
- Kehilangan
objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik
sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
- Kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari
lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
- Kehilangan
kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan,
pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
2.1.4 Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——>
Depresi——> Acceptance
1. Fase
denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase anger / marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase
depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase
acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
2.2 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan
terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah,
cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2.2 Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya
dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya
dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan
dalam bentuk empati.
- Teori
Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa
fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun
menjelang ajal.
- Fase I
(shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.
- Fase II
(berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
- Fase
III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan
yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian
yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
- Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
- Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat
menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
- Teori
Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969)
adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai
berikut:
a)
Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi
apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi
pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)
Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali
tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c)
Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara
yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering
kali mencari pendapat orang lain.
d)
Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak
nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan
untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau
berputus asa.
- Teori
Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi
kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda
dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
- Teori
Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
- Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak
percaya.
- Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
- Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan
kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA
|
|||
ENGEL (1964)
|
KUBLER-ROSS (1969)
|
MARTOCCHIO (1985)
|
RANDO (1991)
|
Shock dan
tidak percaya
|
Menyangkal
|
Shock and
disbelief
|
Penghindaran
|
Berkembangnya
kesadaran
|
Marah
|
Yearning
and protest
|
|
Restitusi
|
Tawar-menawar
|
Anguish,
disorganization and despair
|
Konfrontasi
|
Idealization
|
Depresi
|
Identification
in bereavement
|
|
Reorganization
/ the out come
|
Penerimaan
|
Reorganization
and restitution
|
akomodasi
|
BAB III
ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL
Pengkajian
Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional
Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun
yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka
untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal
menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.
Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)
- Kehilangan
yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu
- Kehilangan
yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang
belum terselesaikan)
- Menghalangi
respon berduka terhadap suatu kehilangan
- Tidak
adanya antisipasi proses berduka
- Perasaan
bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan.
Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)
- Idealisasi
kehilangan (konsep)
- Mengingkari
kehilangan
ü Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan
secara tidak tepat
ü Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa
lampau
ü Merenungkan perasaan nersalah secara
berlebihan dan dibesar-basarkan tidak sesuai dengan ukuran situasi.
- Regresi
perkembangan
- Gangguan
dalam konsentrasi
- Kesulitan
dalam mengekspresikan kehilangan
- Afek
yang labil
- Kelainan
dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido.
Sasaran/Tujuan
Sasaran jangka pendek
Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep
kehilangan dalam 1 minggu.
Sasaran jangka panjang
Pasien akan mampu menyatakan secara verbal
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal.
Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka sehingga ia
mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.
Intervensi dengan Rasional Tertentu
- Tentukan
pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku
yang berhubungan dengan tahap ini.
Rasional
Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk
perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka.
- Kembangkan
hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian.
Jujur dan tepati semua janji
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan
yang terapeutik.
- Perlihatkan
sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
secara terbuka
Rasional
Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda
yakin bahwa ia merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya
meningkat.
- Dorong
pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika
permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis.
Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat
mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang
dimaksud.
Rasional
Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu
lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan
dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
- Bantu
pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi
dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)
Rasional
Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan
efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
- Ajarkan
tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan
dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti
rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang
wajar dan dapat diterima selama proses berduka.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang
berhubungan dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa
perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini.
- Dorong
pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan
dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana
kesalahan presentasi diekspresikan.
Rasional
Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan
mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum
proses berduka selesai seluruhnya.
- Komunikasikan
kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.
Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk
kebanyakan pasien.
- Bantu
pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan
metoda-metoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan.
Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat
keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan
spiritual selama waktu ini dalam bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji
kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan itu.
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang
- Pasien
mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang
normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
- Pasien
mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep
kehilangan secara jujur.
- Pasien
tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang
berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan
aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau
nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan
seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek
diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon
berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar